Masjid
Al Osmani, Labuhan Deli, Medan (foto : flickr)
|
Dua puluh kilometer sebelah utara kota Medan, propinsi
Sumatera Utara, di daerah Labuan, berdiri sebuah masjid tua bersejarah
peninggalan kejayaan kesultanan melayu abad ke 19. Masjid bewarna kuning ini
bernama Masjid Al Osmani. Karena lokasinya yang berada di daerah Labuan maka
sebagian masyarakatpun menyebutnya dengan sebutan Masjid Labuan. Masjid ini
adalah masjid tertua di kota Medan.
Masjid Al Osmani didominasi warna kuning, warna
kebesaran kesultanan melayu. Masjid Osmani bahkan lebih dulu dibangun
dibandingkan dengan masjid Raya Al Mahsun di pusat
kota medan, Sultan Osman Perkasa Alam, Sultan Deli ke 7 yang pertama kali
membangun masjid ini pada tahun 1854. Putra beliau yang kemudian meneruskan
tahtanya membangun masjid ini menjadi sebuah bangunan permanen yang masih
berdiri kokoh hingga kini.
Lokasi Masjid Al Osmani
Masjid Al Osmani
Jl. Yos
Sudarso 17,5,
Kelurahan Pekan Labuhan
Kecamatan
Medan Labuhan, Kota Medan
Sumatera Utara – Indonesia
Sejarah Masjid Al Osmani
Perpindahan Ibukota Kesultanan Deli
Sejarah Masjid Al Osmani bermula ketika Tuanku Panglima Pasutan
memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, sebutan Kota Medan waktu itu, ke
Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli dan membangun Istana kerajaan yang lokasinya [dulu]
berada di depan Masjid Al Osmani. Pemindahan itu dilakukan
setelah Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Raja Deli III) memecah daerah
kekuasaannya menjadi empat bagian untuk
empat putranya.
Tercatat enam Sultan Deli yang pernah bertahta di Istana Kerajaan Melayu Deli di Labuhan Deli, sejak dari
Sultan Deli ke 4 hingga Sultan Deli ke-9. Mereka adalah :
[1] Sultan Deli ke-4 Tuanku Panglima Pasutan (berkuasa 1728-1761)
[2] Sultan Deli ke-5 Tuanku Panglima Gandar Wahid
(1761-1805)
[3] Sultan Deli ke-6 Sultan Amaluddin Perkasa Alam
(1805-1850)
[4] Sultan Deli ke-7 Sultan Osman Perkasa Alam (1850-1858)
[5] Sultan Deli ke-8 Sultan Mahmud Perkasa Alam (1858-1873)
[6] Sultan Deli ke-9 Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam
(1873-1924).
Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924) merupakan
Sultan Deli yang pernah bertahta di dua Istana. Pada masa pemerintahannya,
beliau memindahkan kembali ibukota kerajaan ke daerah Padang Datar dengan
dibangunnya Istana Maimun pada 26 Agustus 1888 dan selesai 18 Mei 1891. Diikuti
pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada 1907 dan
selesai pada 10 September 1909.
Pemindahan kembali ibukota kerajaan terebut dilakukan setelah Kerajaan
Melayu di Labuhan Deli dikuasai Belanda, yaitu ketika kerjaan itu dipimpin oleh
Sultan Mahmud Perkasa Alam [sultan Deli ke-8) terpaksa memberikan sebagian daerahnya
menjadi tanah konsesi kepada penjajah Belanda pada
1863 untuk ditanami tembakau Deli.
Lebih
dekat ke masjid Al Osmani (foto : antarasumut)
|
Dibangun Oleh Sultan Deli Ke-7
Pada tahun 1854 Sultan Deli
ke tujuh, Sultan Osman Perkasa Alam membangun sebuah masjid kerajaan di depan istana
Kesultanan Deli di Labuhan Deli. Pembangunan masjid kesultanan dengan menggunakan bahan kayu
pilihan. Kemudian pada 1870 hingga 1872 masjid yang terbuat dari bahan kayu itu
dibangun permanen oleh putra-nya
yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam [Sultan Deli
ke-8].
Ketika
itu rakyat dan kerajaan Melayu Deli hidup dalam kemakmuran dari hasil menjual
rempah-rempah dan tembakau. Rejeki yang berlimpah sebagian digunakan Sultan
Mahmud Perkasa Alam, yang berkuasa pada saat itu, untuk menjadikan masjid itu
sebagai bagunan megah. Masjid Al Osmani yang dibangun oleh Sultan Mahmud
Perkasa Alam inilah yang kini berdiri kokoh di Labuan Deli.
Rancangan masjid cordoba di Spanyol di citrakan kedalam rancangan masjid Al Osmani ini oleh perancangnya yang - memang berasal dari Eropa (foto : kaskus) |
126 Tahun Tanpa Masjid ?
Bila kita menghitung jarak waktu antara perpindahan
pusat pemerintahan dari Padang
Datar [pusat kota Medan], ke Kampung Alai [Labuhan Deli] di tahun
1728 di masa pemerintahan Tuanku
Panglima Pasutan [Sultan Deli ke-4] hingga pendirian Masjid Al Osmani di
tahun 1854 pada masa pemerintahan Sultan
Osman Perkasa Alam [Sultan Deli ke-7] terpaut waktu sekitar 126 tahun, waktu
yang cukup lama bagi sebuah kesultanan berdiri tanpa kehadiran sebuah Masjid.
Lalu, dimanakah para Sultan dan kerabatnya serta rakyat Deli menyelenggarakan
sholat berjamaah selama 126 tahun sebelum masjid Al Osmani di bangun ?.
Sejarah hanya menyebutkan bahwa masjid Al Osmani
dibangun oleh Sultan Osman Perkasa Alam [Sultan Deli ke-7] tanpa menyebutkan
apakah sebelumnya sudah ada tempat yang difungsikan sebagai masjid atau tidak.
Boleh jadi sebelum Sultan Osman membangun masjid ini, sudah ada ruang khusus di
Istana kesultanan Deli yang difungsikan sebagai mushola / masjid kerajaan yang
digunakan untuk beribadah termasuk penyelenggaraan sholat Jum’at dan dua hari
raya. Yang pasti butuh penelitian lebih jauh untuk menjawab pertanyaan
sederhana itu.
Foto lama masjid Al Osmani (foto
: pussisunimed)
|
Renovasi dan
Pemugaran
Sebagai Masjid Kesultanan, dahulunya istana Kesultanan Deli pertama
yang
dibangun di depan
masjid ini
sehingga sultan cukup berjalan kaki jika ingin ke masjid. Sekarang setelah lebih
dari 150 tahun berlalu istana
itu sudah rata dengan tanah, berganti bangunan sekolah dasar. Ketika pertama
kali dibangun, ukuran Masjid Al Osmani hanya 16 x 16 meter dengan material
utama dari kayu. Fungsi utamanya sebagai masjid tempat sultan melaksanakan salat
serta kegiatan keagamaan dan syiar
Islam.
Pada tahun 1870, Sultan Deli ke-8, Mahmud Al Rasyid melakukan
pemugaran besar-besaran terhadap bangunan masjid yang diarsiteki arsitek asal
Jerman, GD Langereis. Selain dibangun secara permanen, dengan material dari
Eropa dan Persia, ukurannya juga diperluas menjadi 26 x 26 meter. Renovasi itu
selesai tahun 1872. Rancangannya
unik, bergaya India dengan kubah tembaga dan kuningan bersegi delapan. Kubah yang terbuat dari kuningan
tersebut beratnya mencapai 2,5 ton Sementara kaligrafi dan lukisan bagian dalam
kubah tidak kalah indah dengan Masjid Raya Al Mashun.
Interior Masjid Al Osmani foto : antarasumut |
Pemugaran berikutnya dilaksanakan pada tahun 1927 yang digagas Deli
Maatschappij, perusahaan kongsi Kesultanan Deli dan Belanda. Lantas dilakukan
lagi pada tahun 1964 oleh T Burhanuddin, Direktur Utama PT Tembakau Deli II. Rehabilitasi berikutnya dilakukan Walikota
Medan HM Saleh Arifin pada tahun 1977. Terakhir, pemugaran dilakukan Walikota
Medan Bachtiar Djafar pada tahun 1992.
Arsitektural Masjid Al Osmani
Beberapa kali pemugaran terhadap bangunan masjid ini
telah dilaksanakan tanpa menghilangkan
arsitektur asli yang merupakan perpaduan bangunan Timur Tengah, India, Spanyol,
Melayu, dan China. Terdapat
tiga pintu utama berukuran besar yang berada di utara, timur, dan selatan
masjid dan dulunya hanya digunakan oleh Sultan
Deli beserta
kalangan istana. Sedangkan rakyatnya masuk
melalui empat pintu yang berukuran kecil yang berada di bagian utara dan
selatan. Kedua pintu berukuran kecil itu mengapit pintu utama.
Di bagian dalam masjid ber-kapasitas 500 jamaah ini terdapat empat tiang besar
dan kokoh berfungsi
sebagai penyangga utama kubah masjid yang tergolong berukuran besar
dibandingkan kubah mesjid lain. Empat
penyangga itu juga mempunyai arti menjunjung empat sifat kenabian, yakni sidiq [benar], amanah [dapat dipercaya], fathonah [pintar], dan tabligh [menyampaikan].
Bentuk Kubah masjid Al Osmani memang tidak lazim, membuanya tampil beda dibandingkan masjid masjid tua lainnya foto : detik.com |
Layaknya sebuah masjid tua dan milik kerajaan,
pekarangan masjid ini juga dijadikan lahan pemakaman. Di pemakaman masjid ini
terdapat lima makam Sultan Deli yang pernah berkuasa di Istana Labuhan Deli,
mereka adalah : Tuanku
Panglima Pasutan (Sultan
Deli ke-4),
Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan
Deli ke-5), Sultan
Amaluddin Perkasa Alam (Sultan
Deli ke 6), Sultan
Osman Perkasa Alam (Sultan
Deli ke-7),
dan Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli ke-8)
Masjid Al Osmani Kini
Kondisinya saat ini, masih menunjukkan kemegahan pada
zamannya. Sebuah mimbar dari kayu berukir, jam dinding antik dan lampu gantung
dari kristal menjadi ornamen yang memperindah bagian dalam masjid. Dominasi warna kuning dan
hijau dinding bangunan menjelaskan entitas Melayu yang melekat pada masjid
tersebut. Hingga kini, selain digunakan sebagai tempat beribadah, masjid itu
juga dipakai sebagai tempat peringatan dan perayaan hari besar keagamaan dan tempat
pemberangkatan jemaah haji yang berasal
dari wilayah Medan
utara menuju
pemondokan jamaah haji.
Kebesaran Masjid Al Osmani juga menarik para petinggi
negara untuk singgah dan sholat disini. Diantara mereka tercatat Menteri Kehutanan RI Ir
Zulkifli Hasan SE M dan Menteri Prekonomian RI Ir H Hatta Rajasa berkesempatan
melaksanakan sholat Jum’at di masjid ini pada 27 Januari 2012 lalu dalam rangkaian
acara safari Jum’at yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Medan, memasuki tahun
2012.
Foto Foto Masjid Al Osmani
Dominasi warna kuning pada masjid ini yang kemudian
membuat masyarakat setempat juga menyebutnya dengan
|
Lengkungan khas masjid masjid Andalusia (Spanyol) jelas terlihat pada lengkungan lengkungan di Masjid Al Osmani foto : medanbisnisdaily.com |
interior
Masjid Al Osmani juga serba kuning sebagaimana
warna sisi luarnya (foto : Flickr)
|
Masjid Al Osmani masih kokoh berdiri meski telah berumur lebih dari 150 tahun (foto : ikat.nineteen) |
Referensi
antarasumut.com - masjid-al-osmani-bukti-kejayaan-kerajaan-melayu
metromedan.com - 2-menteri-tanam-mangrove-di-sicanang-belawa
jakarta45.wordpress.com - ziarah-al-osmani-masjid-tertua-di-medan
waspada.co.id - 2-menteri-sholat-jumat-di-medan-labuhan
detik.com - al-osmani-masjid-tertua-di-medan
0 Comments