Masjid Al Abror
kampung Kauman, merupakan masjid tertua di Sidoarjo, dan menjadi ikon sejarah
agama Islam di Sidoarjo. Masjid ini dibangun 1678 M, sezaman dengan Sunan
Ampel.Saat ini, masjid dimanfaatkan untuk mengadakan kegiatan sosial masyarakat
seperti bersih-bersih, hingga mengajak mengaji masyarakat sekitar. Ketua Takmir
Masjid Al Abror Asy’ari Nasir, mengatakan hal ini, belum lama ini. Bangunan
Masjid Al Abror yang terletak di Kelurahan Pekauman memiliki dua lantai, dengan
warna dominan hijau muda dan menempati lahan seluas 700 m2.
Konsep kultur Jawa yang kental dilukiskan pada
tekstur tiga atapnya, yang menggambarkan iman, ikhsan dan Islam.Keberadaan
pasar tradisional Jetis dan Kampung Batik Jetis Kauman yang di dalamnya
terdapat banyak bangunan-bangunan kuno bergaya kolonial ini, membuktikan
bahwakawasan ini dahulunya adalah Pusat Kota Sidoarjo.
Saat ini keberadaan Masjid yang menjadi ikon sejarah tersebut mampu
dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan sosial seperti dibaan hingga sosialisasi
yang melibatkan masyarakat sekitar.
Bahkan saat Ramadan
lalu, salah satu SD dari Tulangan menepatkan belasan siswanya di masjid ini
untuk mengadakan kegiatan ibadah yakni memanfaatkan gadget untuk mengaji
Al-Quran sambil diberi bonus pijatan dari siswa-siswa tersebut.Alasan mereka
memilih masjid ini adalah masjid yang memiliki nilai sejarah tinggi adanya Kota
Sidoarjo. Selain itu, Masjid Al Abror ini juga memiliki tradisi kegiatan
sendiri yaitu pengajian kitab kuning yang diasuh beberapa kyai.Masjid yang
didirikan pada tahun 1678 ini hanya berupa masjid tiban. Yakni, masjid yang
sudah ada kerangka pondasinya tetapi belum ada bangunannya. Kemudian oleh ulama
dari Mataraman, Mbah Mulyadi, kerangka masjid mulai dibangun. “Mbah Mulyadi
dibantu oleh Mbah Sayyid Salim, Mbah Muso, dan Mbah Badriyah,” ujar
Asy’ari.Kini Masjid Al Abror mengalami renovasi sebanyak lima kali.
Dan terakhir renovasi dilakukan pada tahun
2007 oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang menghabiskan dana sebesar 6 miliar
tersebut. Meskipun sering direnovasi, ciri khas bangunan masjid tersebut masih
tersedia yakni pintu sebelah utara masjid. “Itu memang kesepakatan pengurus
dari dulu agar tidak menghilangkan nilai sejarah bangunannya mas,”
ujarnya. Sentra KueSementara Kampung Lawas Pekauman sebagai destinasi
wisata sejarah dan religi di Sidoarjo, kini penduduknya berencana menjadikan
sebagai kampung aneka kue. Demikian dikatakan oleh Paiman selaku mantan lurah,
saat ditemui dikediamannya, Kamis (29/09/2016) pagi.Pekauman termasuk
perkampungan yang padat dengan jumlah penduduk 4.869 jiwa (460 KK) dengan luas
8,42 hektar. Masyarakatnya 90 persen pemeluk agama Islam dan 10 persen pemeluk
Nasrani, Konghucu, dan Budha.
Dulunya daerah kampung ini adalah pusat
pemerintahan kota yang masih disebut Kadipaten Sidokare. Kebanyakan penduduk di
kampung tersebut saat ini menekuni usaha berbagai macam kue dan
camilan.“Kawasan religi di Sidoarjo kan tidak hanya disini saja mas, contohnya
di Pagerwojo ada makam Mbah Ali Mas’ud dan makam Dewi Ayu Sekardadu (Ibunda
Sunan Giri ). Tetapi disini masih menjaga tradisi sejarah terdahulu yakni
berdagang,” ungkap dia. Dirinya menjelaskan juga bahwa melalui berdagang,
perekonomian dikampungnya bisa meningkat seperi saat ini.
Sehingga penduduk
kampung tersebut merencanakan untuk dijadikan “Kampung Aneka Kue Kauman”.
Berbeda dengan kampung-kampung lawas di Surabaya yang setidaknya banyak
wisatawan datang untuk berkunjung. Di Kampung Lawas Pekauman ini, banyak
wisatawan yang berkunjung ketika bulan Ramadhan tiba. Selain Ramadhan, kampung
ini hanya disibukkan untuk megenalkan dan meningkatkan usahanya dengan
berdagang di luar kampungnya, salah satunya adalah berjualan kue dan camilan
lainnya.Terbentuknya paguyuban Kauman yang terdiri atas pengusaha, pegawai, dan
pedagang tersebut menjadi bukti keseriusan seluruh lapisan masyarakat kampung
tersebut dalam mengembangkan program-program UKM Kampung Pekauman sebagai
wisata sejarah dan religi.
Semakin gencarnya kampung Pekauman ini sejak
tahun 2006 lalu saat digelarnya festival kuliner Ramadhan yang menyajikan menu
khas Kauman yaitu Kolak Srikaya.“Setiap hari Minggu, penduduk sini berkumpul
dengan mengadakan kegiatan pelatihan hingga pengajian mas, kan disini termasuk
kawasan religi juga. Jadi, kegiatannya bervariasi tidak berfokus pada
pengembangan UKM kampung,” jelas dia. Saat ditanya mengenai kapan dijadikan
kampung kue? Dirinya mengaku tidak bisa memastikan karena menunggu keputusan
dari pihak yang bersangkutan. Pemkab Sidoarjo juga merencakan untuk membangun
waterfront city atau wisata air di area sungai perbatasan antara kampung
pekauman dan kampung Jetis.
Sehingga dirinya
berharap hal tersebut bisa diminati wisatawan khususnya wisatawan lokal.Disisi
lain, Lutfi, selaku ketua RT05 sekaligus pengusaha kue dikampungnya
mengapresiasi dukungan penuh Pemkab Sidoarjo dengan digelarnya pelatihan
pembuatan label, penyuluhan sertifikasi halal, peduli UKM tersebut yang
akhirnya mendapatkan NPWP untuk usahanya.Hal ini merupakan langkah awal
tumbuhnya UKM di kampungnya, sehingga kampungnya akan banyak dikunjungi
wisatawan
0 Comments